Sabtu, 21 Mei 2011

AWAS ATASAN GALAK !!

Gampang-gampang susah menghadapi atasan seperti ini. Yang penting, tahu kiatnya.ita!" Merasa namanya dipanggil, Anindita Ayu langsung berdiri menuju meja si bos. Dita, panggilan Anindita, lalu berjalan cepat menuju mang kerja atasannya. "Kenapa proposal ini dikerjain begini?" tanya atasan kepada Dita.

Belum sempat menjawab, atasan Dita mengungkit kesalahan lama yang pernah Dita lakukan. Amarah atasan bertambah, suaranya meninggi. Akibatnya, pembicaraan antara atasan dan Dita terdengar pegawai-pegawai lain.

"Aduh saya malu sekali," cerita Dita. Perempuan berusia 27 tahun yang bekerja di perusahaan akuntansi itu pun berceloteh tentang si bos.

Kata dia, atasannya tidak pernah memberi penjelasan tentang bagaimana proposal harus digarap. Dita yang kerap mencoba bertanya juga putus asa karena atasannya selalu berkilah kalau ia sibuk hingga tak bisa diganggu. Atasannya yang satu ini memang terkenal galak.

Siapa pun yang dianggapnya melakukan kesalahan akan ditegur habis-habisan di depan pekerja lain. "Toleransinya juga, aduh minim betul," kata Dita.

Hanya karena atasannya itu selalu masuk kerja, ia tidak menerima alasan anak sakit atau tidak enak badan hingga sampai harus izin kerja.

Oktarina Said, seorang psikolog, mengatakan, atasan yang galak harus dicermati terlebih dulu. Perhatikan apakah ia hanya bersikap keras kepada satu orang saja atau seluruh anak buah. Apabila sikap kerasnya ditujukan pada satu orang saja, Oktarina berujar, pekerja harus mengevaluasi dirinya. "Teguran pasti ada alasannya," ujar dia.

Jika sikap kerasnya ditujukan bagi semua pekerja di bawahnya, Oktarina mengatakan, faktornya adalah karakter atasan yang memang keras. Psikolog lulusan Universitas Indonesia ini menambahkan, sikap kerasnya itu juga harus dicermati. Apakah sebatas koridor pekerjaan atau sudah merembet ke urusan pribadi. Sekali lagi Oktarina mengingatkan, mestinya ada alasan di balik sikap galak. Selama masih berkaitan dengan pekerjaan, saya rasa ofce," sambung dia.

Namun, akhirnya keputusan itu tetap ada di tangan kita. Seperti Dita yang akhirnya memilih berhenti dari perusahaan itu.

Ia mengaku tidak sanggup bekerja dalam suasana menegangkan seperti itu. "Saya tahu saya ini pekerja yang baik, kok. Buktinya di kantor sebelumnya saya bisa bekerja benar," tuturnya.

Bagi Dita, ketimbang ia hidup dalam ketegangan, lebih baik ia mencari pekerjaan lain. Dita juga tidak pernah berusaha , menjinakkan atasannya. Katanya, upaya itu sama dengan membuang-buang energi. "Saya beruntung masih bisa mendapatkan pekerjaan lain dan keluar dari jerat bos galak," kata Dita.

Oleh Indira Rezkisari

sumber : Repulika

Tidak ada komentar: