Kecintaan Parwati Surjaudaja pada dunia perbankan telah terpupuk sejak ia masih bersekolah. Cita-citanya semasa kecil, yaitu menjadi dokter anak dilepaskannya saat ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan jurusan akuntansi.
Menurutnya, akuntansi merupakan ilmu yang menjadi inti dari sebuah bisnis. Karena itu pula, setamat sekolah menengah atas (SMA), ia lebih memilih meneruskan pendidikannya pada jurusan akuntansi dan keuangan.
Sebelum terjun ke Bank NISP (sekarang Bank OCBC NISP), peraih gelar master of business administration dari San Frasisco University ini sempat bekerja di perusahaan konsultan SGV Utomo/Anderson Consulting sebagai senior consultant. Selepas dari SGV Utomo, wanita yang juga pernah mengikuti executive program di Columbia University, SESPIBI XVII Bank Indonesia pada 1992 ini lalu diminta membantu Bank NISP dengan diberi jabatan direktur.
Di bank yang dibangun oleh ayahnya, Karmaka Surjaudaja ini, Parwati membidangi audit, accounting & finance dan human resources. Pada 1997 posisinya kemudian naik menjadi wakil presiden direktur.
Saat OCBC masuk ke dalam kepemilikan Bank NISP yang kemudian mengubah nama bank ini menjadi Bank OCBC NISP, terjadilah perombakan direksi. Saat itu Karmaka Surjaudaja yang menjadi Presiden Komisaris Bank NISP pensiun. Posisinya digantikan Pramukti Surjaudaja, kakak Parwati, yang pada saat itu menjabat sebagai presiden direktur.
Pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB), akhir 2008, diputuskan bahwa Parwatilah yang kemudian tampil menggantikan posisi Pramukti sebagai presiden direktur bank tersebut.
Saat remaja Parwati mengaku tidak pernah sempat berpikir bahwa dirinya akan bekerja di bank. Apalagi bankir wanita saat itu masih sangat jarang dijumpai. Berbeda dengan saat ini ketika sudah banyak bankir wanita yang tampil sebagai pentolan di beberapa bank.
Namun, wanita kelahiran Bandung, Jawa Barat, 45 tahun yang lalu ini tidak lantas ciut nyalinya untuk berkarier sebagai bankir wanita. Kini ia bahkan merupakan sedikit dari wanita yang berada di top management sebuah bank. Prinsipnya, tidak ada yang tidak bisa dilakukan kalau kita mau berusaha.
Menjadi bankir, menurutnya, memang bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi, berkali-kali industri ini diterpa badai krisis. Namun, Parwati selalu percaya bahwa di setiap kesulitan itu pasti ada peluang. Mengutip petuah sang ayah, wanita yang suka tampil sederhana ini menganggap bahwa kesulitan merupakan proses untuk bisa naik kelas.
“Saya sudah diimunisasi dari kecil. Ibu saya mengajarkan, setiap ada masalah itu pokoknya harus bisa diselesaikan. Etika moral attitude itu paling utamanya,” tutur Parwati mengenang apa yang diajarkan orang tuanya.
Kepada karyawannya, ia pun selalu berpesan bahwa apa pun yang dilakukan, harus untuk kepentingan perusahaan terlebih dahulu, bukan untuk kepentingan kelompok, apalagi kepentingan pribadi. Kalau sudah kepentingan kelompok atau pribadi, maka etika maupun moral akan terganggu.
Wanita yang memotivasi dirinya untuk selalu bekerja sebaik mungkin untuk hasil yang terbaik dan menerima apa pun hasilnya ini juga selalu mengingatkan bahwa untuk bisa maju bersama, maka semua harus menggulung kemeja dan bekerja bersama-sama.
Sebagai orang pertama di Bank OCBC NISP yang juga memiliki tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga, diakui Parwati menjadi sebuah beban yang harus mampu ia siasati. Apalagi, ia menyadari betul kesibukannya telah mengurangi waktu kebersamaan dengan keempat anaknya.
Karenanya, saat ada waktu luang, ia lebih banyak bersama keluarga. Saat mengisi liburan, ia dan keluarganya sering mengunjungi tempat wisata baru untuk mempelajari budaya dan alamya. “Kami juga suka wisata kuliner dengan mencicipi berbagai makanan khas di tempat yang kami datangi. Itu hal yang sangat menyenangkan,” akunya. (*)
sumber : http://www.infobanknews.com/2011/05/parwati-surjaudaja-sedikit-wanita-di-top-management-bank/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar