Jumat, 15 Juli 2011

Benarkah Teh dan Kopi Kurangi Risiko Serangan Penyakit?

Orang yang secara rutin meminum teh dan kopi dapat secara mencolok mengurangi risiko terserang sakit jantung, dan lebih kecil kemungkinan menjadi pembawa "superbug" MRSA. Para peneliti telah mendapati bahwa konsumsi kedua minuman tersebut dalam jumlah sedang dapat mengurangi kemungkinan orang menemui ajal akibat serangan jantung sampai seperlima.

Sementara itu, dari lebih 5.500 orang Amerika yang ikut dalam satu studi pemerintah yang disiarkan di Annals of Family Medicine, mereka yang meminum kopi atau teh panas sekitar separuh lebih mungkin --dibandingkan dengan orang yang meminum keduanya-- untuk terinfeksi Staphylococcyus aureus (MRSA) yang tahan methicillin di lubang hidung mereka.

Pada saat yang sama, risiko penyakit lain seperti stroke tak terlihat meningkat pada orang yang meminum kopi dan teh. Namun apa yang sebenarnya terjadi masih belum jelas. "Kopi dan teh panas telah diketahui memiliki kandungan anti-mikroba," tulis pemimpin peneliti Eric Matheson, dari University of South Carolina Charleston, sebagaimana dikutip Reuters Life!

"Konsumsi kopi atau teh panas berkaitan dengan kemungkinan lebih rendah bagi orang untuk membawa MRSA nasal," katanya. Secara umum, sebanyak satu persen penduduk AS membawa MRSA di hidung atau kulit mereka, tapi tidak jatuh sakit.

Gagasan buat studi itu muncul dari kenyataan bahwa, di piringan laboratorium dan pada manusia, ekstrak teh telah memiliki sebagian kegiatan anti-MRSA, kata Matheson. Namun kurang banyak studi telah dilakukan pada kandungan kopi, tapi di dalamnya juga ada bukti kekuatan anti-bakteri.

Tim Matheson mendapat bahwa, tentu saja, lebih kecil kemungkinan bagi peminum kopi dan teh untuk menjadi pembawa MRSA. Secara keseluruhan, 1,4 persen kelompok studi tersebut memiliki bakteri di hidung mereka. Tapi mereka memiliki kemungkinan sekitar 50 persen lebih kecil untuk terserang penyakit dibandingkan dengan orang yang tidak meminum kopi atau teh.

Meskipun begitu, yang menjadi masalah ialah kaitan itu tak membuktikan bahwa kopi atau teh adalah alasan bagi resiko yang lebih rendah, kata Matheson. Studi itu memperlihatkan hubungan antara keduanya, "tapi kita tak pernah bisa menyimpulkan sebab-akibat dari suatu hubungan. Saya tak bisa memberi tahu anda bahwa temuan ini bukan cuma kebetulan", katanya.

Para peneliti tersebut berusaha memperhitungkan beberapa faktor lain, seperti usia, penghasilan atau kesehatan yang berkaitan dengan diri peserta, tapi minuman itu masih berkaitan dengan kemungkina lebih rendah untuk menjadi pembawa MRSA. "Temuan kami meningkatkan kemungkinan mengenai metode baru yang menjanjikan untuk menurunkan kemungkinan menjadi pembawa MRSA nasal yang aman, tidak mahal dan mudah didapat," tulis Matheson.

Satu masalah ialah sekalipun peminum kopi dan teh memang memiliki risiko lebih rendah untuk membawa MRSA, apakah itu membuat mereka menghadapi kemungkinan lebih kecil untuk jatuh sakit. Matheson mengatakan juga masih menjadi perdebatan apakah pembawa MRSA menghadapi risiko lebih besar untuk terserang infeksi aktif.

Untuk saat ini, Matheson tak sampai menyarankan agar orang mulai minum kopi atau teh dengan harapan dapat mencegah MRSA. "Berdasarkan satu studi yang berhubungan, itu barangkali akan terlalu berlebihan," katanya.

Sebelumnya, Dr. Yvonne van der Schouw, profesor mengenai penyakit kronis di University Medical Center Utrecht, Belanda, pernah mengatakan, "Hasil penelitian kami mendapati manfaat dari meminum kopi dan teh muncul tanpa peningkatan resiko strok atau kematian akibat semua sebab."

Untuk penelitiannya, tim Dr. Yvon van der Schouw meneliti konsumsi kopi dan teh di kalangan 37.514 orang, dan mengikuti perkembangan para peserta tersebut selama 13 tahun guna memantau sakit jantung dan kematian. Mereka mendapai teh memiliki dampak terbesar pada penyakit jantung tapi konsumsi kopi juga memiliki manfaat.

Redaktur: Krisman Purwoko
Sumber: antara/reuters life!

sumber : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/11/07/16/loeklv-benarkah-teh-dan-kopi-kurangi-risiko-serangan-penyakit

Tidak ada komentar: